Minggu, 28 Oktober 2012

Siapkah Koperasi Menghadapi Era Globalisasi



Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita tentang “Era Globalisasi”. Di seluruh belahan dunia ini, terutama Indonesia telah memasuki era yang sering diperbincangkan ini. Masuknya era globalisasi ke Indonesia salah satunya adalah melalui jalan perdagangan bebas. Bagi Indonesia sendiri, era globalisasi sangat penting untuk membuka dan tertutupnya suatu usaha terutama koperasi.
Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu globalisasi. Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi yang belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,  ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi, akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
            Kinerja ekspor UKM lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal divesifikasi produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi dan meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu.

Koperasi di Era Globalisasi
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi menyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam penyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memiliki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari daya tarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia. Seperti kata Presiden SBY "Membangun ekonomi Indonesia dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak bisa hanya mengikuti model ekonomi negara lain. Yang bisa akhirnya menggangkat taraf hidup 240 juta rakyat di seluruh tanah air dari sabang sampai marauke, dari Miangas hingga Pulau Rote adalah ekonomi rakyat ". Jadi,koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.

Prospek Koperasi Menghadapi Globalisasi
Tantangan Globalisasi. Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi. Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.  Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi.
Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju. 
Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah. 

Peluang Dan Tantangan Koperasi Di Era Globalisasi
       Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang gulung tikar, meninggalkan hutang yang begitu besar. Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sector yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai contoh banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Seperti akibat mahalnya harga obat yang sebagian besar masih diimpor, produsen jamu (ada membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna. Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan sekenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayat koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asalkan koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin intens dan mengglobal. Kalau kita lihat ciri-ciri globalisasi dimana pergerakkan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing(luar negeri)sama, maka tidak ada alasan lagi bagi suatu Negara untuk menidurkan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.

Sumber :
http://eprints.undip.ac.id/13998/1/Eksistensi_Koperasi_Peluang_dan_Tantangan_Di_Era_Pasr_Global….Purbayu_Budi_Santosa_(OK).pdf

Jumat, 19 Oktober 2012

Andai Aku Jadi Menteri Koperasi



“Andai aku menjadi menteri koperasi”, entah doa atau sebuah harapan yang pasti kalimat judul tersebut membuat saya harus berandai-andai menjadi seorang menteri koperasi. Tentu tidak mudah menjadi seorang menteri, yang memegang suatu jabatan public signifikan dalam pemerintahan. Harus memiliki kemampuan lebih di bidang yang bersangkutan untuk mengemban tugas guna memajukan koperasi menjadi yang lebih baik. Sebelum berandai-andai lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apa itu koperasi dan bagaimana keadaan koperasi sekarang ini.

Koperasi merupakan sebuah organisasi bisnis yang dimiliki dan dijalankan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Tujuan utama koperasi adalah membangun dan mengembangkan potensi kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Dari pengertian ini dapat terlihat usaha-usaha apa saja yang bisa dilakukan sebagai menteri koperasi.

Namun, tidak dapat dipungkiri, kegiatan yang akan dilakukan seorang menteri koperasi tidak hanya berorientasi kepada tujuan koperasi saja, tetapi harus juga melihat masalah-masalah yang tengah dihadapi perkoperasian di Indonesia sekarang ini. Sehingga visi dan misi yang di buat bisa sesuai dengan kebutuhan yang memang seharusnya di jalankan untuk menjadikan koperasi lebih baik di masa mendatang.

Sebagai seorang menteri tentu bukan hanya janji yang dibutuhkan namun aksi nyata dalam mengemban tugas menjadi seorang menteri itu sendiri lebih dibutuhkan. Tidak perlu janji atau keinginan yang berlebih, cukup sederhana, namun dilakukan dengan sungguh-sungguh dan besar manfaatnya akan menjadi sesuatu yang lebih untuk kemajuan koperasi. Hal pertama yang akan saya lakukan apabila menjadi seorang menteri koperasi adalah mengembalikan citra dan pandangan masyarakat tentang koperasi seperti sebelumnya. Yaitu koperasi yang tidak hanya memperdulikan pendiri atau pemilik dan keuntungan semata, namun lebih kepada mensejahterakan masyarakat luas termasuk para anggotanya. Seperti yang kita ketahui, koperasi sempat memiliki masalah dengan para anggotanya dan kehilangan kepercayaan dari para anggotanya. Mengembalikkan kepercayaan seseorang memang tidak mudah. Namun ini merupakan gerbang untuk memulai rencana-rencana lain yang akan dilakukan. Selanjutnya adalah mengaktifkan kembali koperasi-koperasi yang telah pasif selama ini seperti istilah “hidup enggan mati tak mau”.


       Setelah koperasi aktif kembali, yang kita lakukan selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap permasalahan-permasalah lain yang membuat koperasi menjadi pasif, seperti misalnya masalah kepengurusan koperasi. Seperti yang kita ketahui, sebagian besar pengurus koperasi yang ada saat ini adalah mereka-mereka yang telah lanjut usianya. Hal ini berpengaruh terhadap kapasitas kerja yang nantinya akan berimbas pada perkembangan dari koperasi. Oleh karena itu, kita harus meregenerasi mereka yang usia lanjut dengan generasi muda yang memiliki intregitas lebih untuk peduli terhadap koperasi dengan memberikan pendidikan, pelatihan dan informasi yang tujuannya adalah agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan koperasi.

Selain itu masalah lain dalam kepengurusan koperasi adalah tidak sedikit anggota yang memiliki peran ganda atau merangkap jabatan. Selain menjadi pengurus koperasi seseorang tersebut juga merupakan tokoh dalam masyarakat, sehingga membuat pengurus tidak memiliki perhatian penuh terhadap koperasi. Kepada mereka yang memiliki kepengurusan ganda dapat kita siasati dengan memberikan kelonggaran untuk memilih mana yang mereka inginkan untuk dijalani.
        
        Lalu melakukan pembinaan terhadap koperasi agar menjadi suatu badan usaha yang mandiri. Yang memiliki system manajemen yang apik dan dapat dipercaya oleh pihak-pihak di luar koperasi. Sehingga akses koperasi terhadap lembaga lain terutama lembaga keuangan dapat di jalin untuk kelangsungan hidup koperasi.
    
        Masalah selanjutnya adalah redupnya mitra koperasi dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan koperasi, ditambah lagi persaingan dalam dunia bisnis yang semakin ketat. Disinilah dibutuhkan sosialisasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan koperasi untuk membangkitkan kemitraan koperasi yang telah redup. Produk-produk koperasi yang inovatif dan beragam memiliki kekuatan daya saing dengan produk-produk luar negeri. Sehingga masyarakat bisa dengan bangga menggunakan produk dalam negeri hasil koperasi. Produk yang di buat tentunya harus memiliki kualitas baik namun harga yang terjangkau seperti kemauan masyarakat Indonesia pada umumnya. Disini dibutuhkan strategi yang baik dalam menekan biaya produksi seminimal mungkin namun produk yang dihasilkan tetap memiliki kualitas yang diminati dan tak kalah untuk bersaing. Sehingga laba yang dihasilkan koperasi pun dapat maksimal guna melancarkan keberlangsungan kegiatan koperasi.
     
       Sejatinya koperasi merupakan usaha yang layak namun belum bankable. Namun pemerintah sudah memberikan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM ataupun koperasi berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal ini dimaksudkan agar dapat mendorong percepatan perkembangan bisnis koperasi rakyat. Tetapi, yang patut di sayangkan adalah pemerintah tidak melakukan pemantauan terhadap fasilitas yang telah di berikan tersebut, sehingga dalam hal ini sebagai menteri koperasi saya akan melakukan pemantauan guna mengetahui penggunaan KUR yang di terima oleh koperasi. Sehingga tujuan pemerintah untuk menjadikan koperasi yang berkembang dapat tercapai dan koperasi dapat go public.
     
       Langkah selanjutnya adalah menjalin kerjasama antar sesama koperasi. Dengan bekerja sama secara local, nasional, regional dan internasional. Sehingga dengan menjalin kerjasama ini diharapkan gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif serta dapat pula memperkuat gerakan koperasi.
   
         Dengan kondisi koperasi yang seperti sekarang ini, selayaknya kita harus segera merealisasikan rencana-rencana yang telah disusun secara berkala untuk membuat koperasi lebih baik dari sebelumnya. Dengan menerapkan konsep-konsep baru yang lebih sesuai dengan keadaan perekonomian seperti sekarang ini, serta memanfaatkan tehnologi yang telah berkembang agar kinerja koperasi menjadi lebih baik lagi dan segala bentuk tujuan rencana tersebut dapat segera terealisasikan.
     
       Penghargaan akan sebuah usaha pun di perlukan, guna memotivasi para anggota koperasi agar tidak hanya semangat diawal pendirian koperasi namun tetap berlanjut sampai terjadi regenerasi pengurus berikutnya dan berikutnya lagi. Dan tidak lupa pula untuk melakukan sosialisasi mengenai koperasi keseluruh masyarakat dari tingkat kumpulan masyarakat yang paling kecil, yaitu keluarga. Dan sosialisasi dapat pula dilakukan dengan berbagai cara dan berbagai media yang sekarang ini sudah tak terbatas jumlahnya. Sosialisasi dapat pula dilakukan dengan menjadikan koperasi sebagai pelajaran tambahan agar mereka-mereka yang masih muda usianya pun telah mengenal apa itu koperasi.
    
        Harapan saya untuk koperasi adalah supaya koperasi menjadi suatu badan usaha yang tetap menjalankan prinsip yang semestinya dan dapat bersaing dengan badan usaha lain yang bermunculan saat ini. Menjadi koperasi yang memiliki manfaat lebih di kalangan masyarakat pada umumnya dan anggota koperasi khususnya. Dapat menjadi koperasi yang go public, tidak hanya berjalan di tempat, mengalami kemunduran atau bahkan hilang keberadaannya.

Dan apabila semua hal ini telah tercapai semuanya, sudah pasti koperasi-koperasi baru akan bermunculan dan koperasi tidak lagi mengemban istilah “mati enggan hidup tak mau” namun berganti menjadi “mati enggan tetapi tetap hidup”

sumber : 
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
http://citraindonesia.com/kenapa-koperasi-tidak-go-public/
http://imarookie.wordpress.com/2012/01/10/ekonomi-koperasi-rangkuman/ 

Kamis, 18 Oktober 2012

Wajah Koperasi Indonesia Saat Ini

Mendefinisikan seperti apa kondisi perkoperasiaan di tanah air saat ini sama peliknya dengan upaya mensinergikan entitas gerakan koperasi yang tercerai berai seperti sekarang ini. Sementara setumpuk persoalan hampir mengendap dan nyaris membatu di telan waktu. Saling sikut elit gerakannya, praktek-praktek menyimpang sejumlah koperasinya, hingga tradisi buruk penopang kebijakan terkait koperasi di negeri ini.

Saat ini, dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, menyebabkan gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu diseluruh dunia. Di masa lalu, jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang sering membicarakan koperasi dengan pengertian yang berbeda. Meskipun pada tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan Untuk Memanfaatkan Jasa Koperasi”. Dalam hal ini, resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan di galang secara internasional.

Secara historis, perkembangan koperasi di Indonesia telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha koperasi terutama KUD. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55% - 60% dari keseluruhan asset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

Secara teoritis, sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu . Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya external diseconomies itu.

Pada kenyataannya, sekarang ini sulit ditemukan di sekeliling kita keberadaan koperasi. Wujud secara fisik adanya koperasi mungkin terlihat, namun apakah koperasi tersebut aktif dan menjalankan fungsinya atau tidak, patut diketahui kebenarannya. Masyarakat yang seharusnya memiliki peranan penting dalam berpartisipasi baik sebagai anggota koperasi ataupun pengurus manajemen koperasi beranggapan bahwa koperasi merupakan lembaga yang sepenuhnya dimiliki dan di atur oleh pemerintah. Sehingga anggapan ini menjadi salah satu penyebab kegiatan di koperasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Disamping itu, sebagian dari masyarakat Indonesia belum mengetahui manfaat dan keuntungan yang di dapat apabila mereka bergabung menjadi anggota koperasi. Sehingga tingkat partisipasi untuk mengurus koperasi rendah, masyarakat lebih menginginkan sesuatu yang di jalankan secara praktis, cukup menanamkan modal tanpa harus ikut serta dalam manajemen koperasi. Sementara asas koperasi seperti dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Pemahaman dan pemikiran terhadap koperasi dalam arti luas dan mendasar seperti yang tertera dalam pasal tersebut memang sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan pembangunan kita di masa yang akan datang. Apalagi membangun perekonomian nasional yang berarti membangun badan usaha koperasi yang tangguh.

Permasalahan lain yang menyebabkan koperasi Indonesia tidak berkembang adalah manajemen yang dijalankan koperasi belum professional, koperasi masih menggunakan perhitungan secara manual dan system manajemen yang masih sederhana dan belum dapat dipercaya. Akses koperasi kepada pihak bank pun menjadi terhambat karena permasalahan ini. Dan peran pemerintah sebagai mediator secara elegan dengan mengaktifkan lembaga jaminan simpanan maupun pinjaman tidak terlihat dalam hal ini.

Selain itu juga struktur koperasi di Indonesia mirip dengan pengorganisasian pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur primer hingga nasional. Hal ini mencerminkan bahwa kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Dan hal ini menyebabkan tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumber daya dari segi pengumpulan. Hal ini dimasa yang akan datang harus dirubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang secara mengglobal. Dengan hal ini harus dilakukan penataan mulai dari daerah otonom dan berlanjut ke daerah-daerah yang lebih besar.

Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan juga terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda panjang.

Namun, jika kita lihat koperasi Indonesia yang merupakan bentuk pengalaman pancasila dan sebagai salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan sangat mengenaskan pada saat ini. Walaupun ada banyak potensi namun ada banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membuat wajah koperasi Indonesia menjadi buruk. Salah satu contohnya adalah koperasi petani yang mengalami keadaan yang sangat mengenaskan.

Meskipun pada tahun 1960-an, koperasi pertanian merupakan salah satu tolak ukur dan model pengembangan Indonesia hingga tahun 1970-an, namun tidak lain ini hanya merupakan dukungan terhadap sector pertanian. Pada saat itu koperasi hanya merupakan dukungan terhadap sector pertanian. Pada saat itu, koperasi hanya dikenalkan sebagai program pengembangan komoditas pertanian yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah, salah satunya adalah swasembada beras. Ketika keluarnya inpres 18/1998 hal ini masih berjalan secara meningkat. Namun terdapat satu kendala di dalamnya, yaitu kurangnya basis bisnis yang dimiliki oleh pengkoperasian Indonesia. Jadi pada saat itu koperasi hanya terlihat sebagai lembaga, bukan sebagai suatu alat untuk poemenuhan kebutuhan dan tidak ada lagi kehidupan dari koperasi untuk memajukan perekonomian dan kehidupan masyarakat desa. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat desapun selalu berakhir dengan kegagalan ataupun ketidaksuksesan. Dan yang berhasilpun hanya ada dalam jumlah terbatas, dan hanya merupakan induk terkecil dari koperasi di Indonesia. Walaupu  begitu banyak sekali problematika yang terjadi hingga mempengaruhi corak koperasi pertanian di Indonesia hingga menghambat perkembangannya. Untuk itu “Restrukturasi” merupakan pandangan masa depan mengenai perkembangan koperasi dengan focus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil.

Sumber :