Sabtu, 26 Januari 2013

Kembang Tahu



Kembang tahu, salah satu makanan yang terbuat dari kacang kedele. Di siram kuah air gula dan jahe. Heemmm.. cuaca dingin seperti sekarang yang sering hujan cocok banget menyantap makanan yang satu ini.

Hari ini sepulang kuliah, saya, Elis dan Ima berencana ingin ke kober mencari jam tangan. Kober itu salah satu daerah yang di kenal mahasiswa margonda dan sekitarnya yang menjual berbagai macam perlengkapan mahasiswa, mulai dari alat tulis, tas, pakaian, accesoris handphone, jam tangan hingga payung.

Kami berangkat ke kober dari kostan Ima sekitar pukul 5 sore kurang 10 menit kira-kira. Ima sampai duluan di kober. Sedangkan saya dan Elis sampai belakangan, karena kita naik motor sedangkan Ima naik angkot. Pasti bingung deh kenapa Ima yang sampai duluan, sedangkan kita sampai belakangan. Karena susah puter balik jawabannya.

Hhahha, iya kita susah mau puter baliknya, karena jalanan yang di sediain di deket margonda residence kalo gak salah itu di pasang rantai, jadi saya sama Elis gak bisa lewat. Akhirnya jalan terus menuju ke arah margo city ternyata jalanan puter baliknya di pasangin rantai juga. Alhasil seharusnya kami gak bisa lewat dong. Tapi karena gak ada polisi dan kitanya yang naik motor kebangetan badungnya, akhirnya saya turun dari motor dan angkat rantainya, dan Elis bisa jalan di bawah rantainya. Cara ini kita contoh dari para pengendara motor lainnya yang udah duluan pakai cara itu. Otomatis kita ikutan deh.. hhehhehhe

Hari ini judulnya melanggar aturan berkendara sepertinya, udah gak pake helm sayanya, terus menerobos rantai penutup jalan. Dan saat ada polisi yang sedang mengatur lalu lintas, Elis mengendarai motor dengan jitunya, yaitu berada sejajar di sebelah mobil agar saya yang tidak pakai helm tidak terlihat oleh pak lopisi.. eh salah pak polisi maksudnya.. hhehhe.. entah terlihat jitu dari mana, saya juga bingung.. hhehhehhe
Oke, cukup sekian membahas perjalanan menuju kober.

Sampai di kober, kita bertiga langsung mendatangi penjual jam tangan dan memilih-milih model yang ingin kita beli. Sekitar setengah jam kita memilih dan melakukan transaksi jual beli jam tangan ini. Setelah itu, kita bertiga berencana untuk membeli kembang tahu di dekat jalan kober.
Ternyata kembang tahu yang mau kita beli belum matang. Yang ada baru sari kacang hijau dan susu kacang kedelai. Saya gak minat dengan keduanya, dan hanya Ima yang mebeli sari kacang hijau, sedangkan Elis masih bingung nampaknya. Setelah bertanya pada penjual, kapan kembang tahunya matang, dan katanya sepuluh sampai lima belas menit lagi. Akhirnya saya dan Elis memutuskan untuk menunggunya, sedang Ima langsung pulang, karena takut kemalaman.

Belum genap sepuluh menit kembang tahunya sudah datang.. yeaaay makan kembang tahu.. sambil menunggu kembang tahunya selesai disiapkan, ada satu hal yang agak bikin saya bingung menjawabnya. Pertanyaan retorik dari Elis

“kalo kembang tahunya pake es enak gak?”

Harusnya Elis memang mengetahui jawabannya, tapi karena Elis memang belum tahu wujud si kembang tahu makanya dia tanya saya seperti itu. Hhehhehhe

Ada empat varian rasa yang ditawarkan untuk kembang tahu, yaitu original, kacang, keju, dan coklat kacang. Saya dan Elis memesan rasa original. Setelah pesanan diberikan, saya dan Elis langsung melahapnya, namun dengan kecepatan yang berbeda. Saya lebih cepat karena tidak ingin kembang tahu dan gula jahenya dingin, saya lebih suka menikmatinya saat masih panas menuju hangat. Dengan demikian, tentu saja punya saya habis duluan sedangkan punya Elis baru setengah mangkuk yang termakan.

Elis meminta bantuan saya untuk mengahabiskan kembang tahu tersebut, entah karena dia kekenyangan atau karena apa, tapi kalo alasannya tidak suka sepertinya tidak, karena saat saya menanyakan bagaimana rasanya, kata Elis enak. Akhirnya saya hanya menyendok air jahe dari mangkuk Elis sambil berkata, “air jahenya enak lho, lis.”

Dan Elis menjawab, “emang iya mi?.” sambil menyendok air jahe yang ada dimangkuknya. Dan setelahnya dia pun berkata kalau “iya mi, air jahenya enak.”

Heeemmmm kemana saja Elis sejak tadi, apa yang dia makan dari tadi, koq setelah setengah dari isi kembang tahu di mangkuknya, Elis baru berkata kalau air jahenya enak. Ohhh, mungkin sedari tadi Elis hanya menyendok kembang tahunya saja kali yaa..

Setelah selesai makan kembang tahu, akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing, karena hari juga sudah menjelang berganti malam. Pengalaman makan kembang tahu hari ini cukup mengesankan karena ini merupakan pengalaman pertama Elis makan kembang tahu.. hhehhe.. gimana kalau kapan-kapan kita coba pake es ya lis kembang tahunya.. hhehhehhe

Jumat, 25 Januari 2013

Mbok Iroh



Di sebuah jalan setapak yang ditumbuhi rumput liar, di pinggir aliran sungai Bengawan Solo tepatnya, di sinilah kini aku berada. Di depan sebuah pondok tua, reyot, kusut, lusuh, tak terurus, seperti keriput mbah-mbah yang kutemui di sawah tadi. Ku taksir umurnya sama dengan umur ibuku, 35 tahun, mungkin.
     
       “nduk, hati-hati kalau melewati pondok reyot di pinggir sungai, baiknya koe lewat jalan memutar saja, daripada kena macam-macam.”

Teringat dengan pesan Pakdeku tadi pagi. Seperti dejavu kalau kata Ayah.

      “pondok kui di tinggali mbok Iroh, tukang santet, nek wong kuto ngarani nenek sihir nduk.  Ati-ati wae yo nduk.”

      “ahh.. Pakde. Masa iya jaman internet kaya sekarang ini masih ada yang begituan.”, balasku dengan senyuman lalu mencium tangannya tanda aku pamit berangkat ke sekolah.

Kembali ke pondok reyot. Aku melupakan perkataan Pakde dan jalan terus melewati kebun-kebun sayuran kecil. Baik saat berangkat ke sekolah ataupun pulang dari sekolah aku selalu melewati jalan tersebut. Dan aku selalu selamat sampai di tujuan di hari kedua, kesepuluh sampai dengan hari kettiga puluh aku ada di kampung ini.

Tidak kusangka aku telah genap satu bulan bersekolah di kampung dan masih melewati pondok itu seorang diri tiap kali berangkat ataupun pulang sekolah. Dan sampai detik ini pula aku belum pernah merasa takut dan masih bisa sampai tujuan dengan selamat. Malahan, aku mendapat teman baru. Seorang nenek yang kutemui di kebun sayuran setiap pagi saat aku berangkat ke sekolah dan sore hari saat aku pulang dari sekolah. Kutaksir dia sebaya dengan Eyang putriku, sekitar kepala enam mungkin. Tapi, di umur segitu dia masih kelihatan kuat, walaupun diwajahnya sudah banyak keriput yang berlomba-lomba menampakkan diri.

Setiap sore, aku selalu diajak mampir ke kebunnya. Nenek yang tidak mau menyebutkan namanya itu menceritakan kehidupannya kepadaku. Dari masa remajanya yang sering bermain-main di sungai dengan teman, masa-masa puber saat kenalan dengan suaminya yang sekarang sudah almarhum, sampai cucu-cucunya yang katanya ada hampir dua puluh orang lebih dan hampir semuanya jadi orang sukses di kota.

Suati hari, saat keingintahuanku muncul, aku beranikan diri untuk menanyakan alasan mengapa anak-anak dan cucu-cucunya meninggalkan dia sendirian. Dia hanya menjawab dengan senyumnya yang khas, yang memperlihatkan gigi putihnya, dan keriput-keriput disekitar mulut dan pipinya.

      “mereka biar bahagianduk, ndak usah ngurusi mbah yang sudah reot ini, mbah juga masih kuat hidup sendiri.”

Setelah berkata demikian, mbah langsung menyuruhku kembali ke rumah dan tak lupa memberiku oleh-oleh buah-buahan. Dan lagi-lagi aku lupa menanyakan namanya.

Ahh… tidak terasa sudah satu tahun aku tinggal di kampung. Dan hari ini merupakan hari kelulusan, aku tidak sabar menanti kabar apa yang aku terima nanti. Saat berangkat, seperti biasa, aku melewati kebun di dekat pondok. Tapi aku tidak melihat nenek yang biasa. Ahh, mungkin dia sedang sibuk memasak di rumah atau sedang di ladang pikirku.

Aku lulus.. Dan akan melanjutkan ke SMU di Jakarta, seperti rencana Ayah dan Ibu. Pulangnya, lagi-lagi aku tidak menemui nenek yang biasanya. Tapi, aku menemukan sekeranjang buah-buahan dan sayura di dekat ladang saat aku mencoba mencari nenek di sekitar ladang.

Sampai di rumah aku serahkan keranjang itu ke Ibu. Dan sampai saat ini aku masih penasaran dengan identitas nenek yang sering kutemui. Di dalam keranjang, aku melihat secarik kertas lusuh dengan tulisan rapi mirip tulisan eyangku. 


17 Juli 2007
Buat Kirani,

Maaf kalau saat rani baca surat dari nenek ini, mungkin nenek sudah ndak ada lagi, di ladang, di rumah, di Desa Batu Rejo, bahkan di dunia ini, nduk.

Nenek sangat sayang sama Rani, karena Rani mirip sekali dengan cucu nenek yang dua tahun lalu meninggal dunia. Karena itu, nenek selalu mengirimkan banyak buah-buahan dan sayuran.

Dan juga nenek minta maaf, karena nenek ndak pernah sebutin nama nenek, karena berita-berita jelek yang tersebar di desa kitaini. Nenek takut Rani akan benci dengan nenek. Nenek takut, Rani. Nenek sudah banyak merasa takut.

Nenek sebenarnya tidak punya banyak cucu, bahkan nenek ndak punya cucu sama sekali, wong anak aja nenek hanya punya satu orang. Suami nenek meninggal karena dipukuli orang-orang desa, ketahuan mencuri sayuran di kebun Pak Kades.

Dan rumah nenek ada di seberang sungai, di Pondok Reot. Nenek adalah nenek sihir, tukang santet yang diceritakan orang-orang.

Mbok Iroh

Princess of Neverland (part2)



“put.. Puterii!! Sudah siang, ayo mandi.”

Seperti suara mbok Ratmi. Apa iya aku ikut mereka mati ? apa ini ada di surga?.

        Aku bangun dam melihat sekelilingku. Semuanya putih. Kasur, jendela, meja, tembok, pintu sampai bajuku, semuanya putih.

        “aaaaaaaaaarrrrrggggghhhhhh”, teriakku.

        “Puteri, ini mbok Ratmi.”

        Aku membuka lagi mataku dan sudah ada di kamarku lagi dengan mbok Ratmi. Oh ternyata hanya mimpi.
     
      “tadi puteri mimpi seram, mbok. Mbok, Ayah, Ibu, di bunuh perampok. Dan Emer dibawa mereka. Puteri takut, mbok..”
         
         “tenang, ada mbok koq disini.”

Sekarang aku sudah tenang. Ternyata itu hanya mimpi. Tapi ini sudah yang ke seratus kalinya aku mimpi. Seperti kenyataan.

***

        Saat ini ketika aku sedang duduk di bangku taman, mbok Ratmi menhampiriku dan berkata kalau ada seorang tamu yang ingin menemuiku. Disekelilingku orang-orang berlaku aneh. Ada yang membawa sapu lidi sambil berlari-lari dan berteriak.. “Merdekaaaaaa”.

        Ada gadis yang berjalan sambil menggendong boneka jelek dan rusak, kadang-kadang menagis dan kadang tertawa. Mbok Ratmi bilang, mereka terkena virus dari nenek rawa yang jahat. Tak lama kemudian, mbok Ratmi datang dengan seorang dayang menuju ke arahku. Dan ada seorang gadis yang kira-kira umurnya lima belas tahun. Cantik, dengan kulit pucat dan sedikit merah muda.

        “Puteri, ini orang yang mencari Puteri.” Kata mbok Ratmi.

        “oh, silahkan duduk. Mbok ratmi tolong ambilkan teh hijau di belakang yaa.”

        “iya Puteri”

        Si dayang berbisik ke tamu itu lalu pergi bersama mbok Ratmi dan menibbgalkan kami berdua di bangku taman.

        “hai, kak..” kata si tamu

Hmmmm… Aku bisa mencium aroma wangi bunga lavender yang mengingatkanku akan seseorang, Emer.

        “maaf, kenapa kamu datang kemari?. Sepertinya kamu terlihat terawat. Dari kerajaan mana?”, tanyaku.

        “sama seperti kakak.”

Aku bingung mendengarnya. Lalu dia memegang tanganku.

        “aku Emer kak, Emerald”

Seketika kepalaku pening.

Dan “arrrrrggggggghhhhh”, aku berteriak persis di mimpi itu.

        Mbok dan para dayang datang dan langsung memapahku menuju kamar. Si tamu misterius yang mengaku Emer datang mendekatiku dan berbisik.

        “tenang ya kak, kakak pasti sembuh. Aku sudah bebas dari tangan perampok dan perbudakan. Sekarang aku tinggal di panti kak. Kalau kaka sembuh nanti, kita akan tinggal sekamar kak.

        “tidaaaaakkkkk…..”

        “kamu bukan Emer!!!!!. Aku gak sakitt!!!”, jawabku murka.

        Lalu seorang tabib datang menghampiriku. Tidak, pakaiannya aneh, putih-putih. Kamar ini pun seketika menjadi putih. Mbok Ratmi, dayang-dayang dan aku juga berpakaian putih-putih.

        Aku bukan di kamarku. Aku mendengar tabib berbaju aneh berbicara pada tamu yang mengaku sebagai Emer. Dan akupun mendengarnya.

        “dia sudah sepuluh tahun disini. Sejak ditemukan di rumah kalian, dia tergeletak disana dan saat sadar sudah kehilangan kejiwaannya.”

Si Emer palsu pun menjawab

        “saya harap dia cepat sembuh, dok.”

        “kita juga berharap begitu.”

        Tiba-tiba semua orang berubah menakutkan, menyeringai dengan taring yang berdarah-darah dan membawa pisau besar. Tidak terkecuali mbok Ratmi yang jadi tidak kukenali sekarang.

        “suntik saja dok, biar tenang.”, kata mbok Ratmi yang jahat.

        “tidaaaakkkkk…”

        “aku gak gilaaa….."