Minggu, 24 November 2013

TULISAN 1 - KEMACETAN IBU KOTA



Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi. Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah.

Banyaknya kendaraan pribadi berarti kemacetan yang semakin banyak di jalan. Hal ini dikarenakan jumlah peningkatan kendaraan pribadi tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan umum, semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Dengan kata lain, kendaraan umum merupakan salah satu pemecahan masalah yang dihadapi hampir semua kota besar di dunia: kemacetan.

Macet, kata sederhana ini sepertinya sudah tidak asing lagi bagi pengguna jalan di Kota Metropolitan. Masyarakat seakan sudah muak, bosan, bahkan hampir putus asa dengan kemacetan yang harus mereka hadapi setiap saat. Terlebih lagi dengan semakin bertambahnya volume kendaraan baik itu roda dua maupun roda empat dan pedagang kaki lima yang berdagang di pinggir jalan.

Pada kenyataannya perjalanan yang hanya berjarak empat kilometer ditempuh dalam waktu satu jam. Ini menjadi bukti dari apa yang dikatakan oleh para pakar transportasi bahwasanya Ibu Kota Jakarta akan macet total pada tahun 2014 yang tinggal menghitung hari.

Membuat para pengguna kendaraan pribadi agar beralih menggunakan kendaraan umum merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah. Seperti yang kita jumpai sekarang ini, kenyamanan penggunaan angkutan umum khususnya pengguna busway yang disebut-sebut transportasi massal belum begitu terlihat. Armada bus yang tidak sesuai dengan banyaknya pengguna membuat penumpukan penumpang sering terjadi.

Pertanyaannya apakah mungkin pengguna kendaraan pribadi dengan fasilitas kenyamanan yang mereka miliki mau beralih menggunakan kendaraan umum dengan kondisi fasilitas yang tidak nyaman bahkan kapasitas penumpang yang terlalu banyak. Memang pemerintah mencanangkan untuk merestrukturisasi angkutan umum. Namun jika melihat apa yang terjadi sesungguhnya seakan mejelaskan bahwa Pemerintah hanya baik dalam tataran perencanaan tapi tidak dalam implementasinya?

Untuk mengurangi kemacetan yang semakin menggila, pemerintah daerah mencanangkan berbagai program penanganan. Satu diantaranya yaitu mensterilisasikan jalur busway dengan harapan agar pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum busway yang diharapkan dapat menjadi angkutan massal yang nyaman dan cepat di Jakarta. Ironisnya setelah hampir satu bulan berjalan, rasanya pengguna jalan tidak dapat merasakan perubahan yang berarti dari apa yang telah dicanangkan. Yang terjadi justru kemacetan semakin menjadi – jadi, bahkan pengguna jalan kian merana. Tidak hanya para pengguna kendaraan yang mengeluh. Disamping itu para pengguna busway pun ikut mengeluh karena kurangnya armada busway itu sendiri.

Sterilisasi jalur busway kembali menimbulkan kemacetan di jalur kendaraan umum. Permasalahannya adalah busway-pun mengalami kemacetan akibat sterilisasi tersebut di area-area mereka bercampur dengan kendaraan umum. Semakin banyak jalur yang digunakan bersama, semakin busway terhambat kemacetan. Sebaliknya, tanpa sterilisasi, jalan menjadi lebih lancar tapi busway terhambat oleh kendaraan yang masuk ke jalur busway. Hal ini menimbulkan dilema berkepanjangan bagi pemerintah dalam mengatasi kemacetan ibu kota yang tak berujung.

Jadi apapun pilihannya, busway tidak selancar yang diharapkan. Dan produsen otomotif semakin  merayakan keberhasilannya menjual lebih banyak kendaraan yang diproduksinya, maka jalanan semakin padat dan busway semakin terhambat. Lalu, apa solusinya?

Solusi dari sebuah permasalahan, apalagi masalah itu adalah kemacetan sudah pasti tidak dirasakan secara instan. Butuh waktu yang panjang untuk mengatasi masalah kemacetan ibu kota. Seperti yang sudah disebutkan di awal, kemacetan bisa diatasi dengan kendaraan umum. Namun kendaraan umum yang seperti apakah yang dibutuhkan di kota Jakarta?

Angkutan massal yang aman, nyaman, murah dan cepat sudah dipastikan menjadi idaman bagi para pengguna angkutan kota. Apabila pemerintah dapat mewujudkannya sudah dipastikan pengguna kendaraan pribadi lambat laun akan berkurang dan beralih ke angkutan umum. Tapi satu hal yang perlu diingat, hal ini tidak bisa diwujudkan secepat kedipan mata, tentu butuh proses yang baik dan efisien dari pemerintah dan juga masyarakat pengguna itu sendiri.

Peningkatan kapasitas jalan dan penurunan volume kendaraan pribadi. Solusi ini sudah pasti akan berdampak baik pada keadaan jalan ibu kota. Pembangunan jalan layang di daerah-daerah ramai angkutan dapat membantu memperlancar solusi sebelumnya. Bukan volume kendaraan pribadi yang ditingkatkan seperti yang sekarang terjadi di Jakarta melaikan kapasitas jalan rayanyalah yang perlu ditingkatkan.

Apabila dua hal di atas sudah dapat diwujudkan, hal lain yang mungkin akan semakin membatu mengurangi volume pengguna kendaraan pribadi adalah menaikkan tarif parkir. Seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara tetangga. Dengan tingginya tarif parkir, membuat para pengguna kendaraan pribadi lebih memilih memakai angkutan umum yang murah, dari pada harus membayar parkir yang mahal, belum lagi biaya untuk membeli bensin.
Semua permasalahan sudah tentu dapat di atasi apabila setiap pihak yang terkait melakukan pemecahannya. Tentu bukan hanya ucapan, melainkan tindakan nyata yang dilakukan. Dan bukan hanya satu pihak yang bertindak melainkan semua pihak yang berkepentingan yang bisa mewujudkannya. 

Sumber :
http://metro.kompasiana.com/2011/04/07/dilema-sterilisasi-jalur-busway