Senin, 17 November 2014
Kamis, 06 November 2014
TUGAS 2 : ETIKA DALAM AUDITING
Nama : Emi Diawati
NPM : 28211148
Kelas : 4EB01
Etika
Dalam Auditing
Pada masa sekarang ini, etika sangat diperlukan
setiap orang dalam berperilaku. Dalam berbagai hal etika sangat dijunjung
tinggi oleh kebanyakan orang. Etika dianggap sebagai sesutu yang bernilai
tinggi dalam kehidupan sehari-hari begitu juga dalam proses auditing. Saat
melakukan proses auditing, seorang auditor dituntut untuk bisa bekerja dan
bertindak secara profesional sesuai dengan etika dan aturan yang ada. Etika dan
aturan yang harus ditaati seorang auditor telah ditetapkan oleh pasar modal dan
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Keputusan yang nantinya diambil oleh
seorang auditor sangat berpengaruh kepada publik dan para pengguna keputusan.
Untuk itu seorang auditor diharapkan dapat melaksanakan etika dalam auditing
yang dilakukan.
Etika dalam audit dapat diartikan sebagai suatu
prinsip yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk
melakukan suatu proses yang sistematis dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian
bahan bukti secara objektif tentang informasi yang dapat diukur mengenai
asersi-asersi suatu entitas ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan dan
metepkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta melaporkan
kesesuaian informasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor harus bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan memadai mengenai
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan
oleh kekeliruan atau kecurangan.
Kepercayaan Publik
Profesi seorang akuntan memegang
peranan penting di masyarakat. Hal ini menyebabkan ketergantungan dari tanggung
jawab seorang akuntan terhadap kepentingan publik, dimana kepentingan publik
tersebut merupakan kepentingan masyarakat umum dan institusi yang pelayanannya
dilakukan secara menyeluruh. Ketergantungan ini berhubungan dengan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam melakukan pelayanan jasanya kepada publik yang
berpengaruh pada kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan
menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka
yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor
dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan
memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan
dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik adalah kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung
jawabnya dengan sebaik-baiknya serta sesuai dengan kode etik professional AKDA.
Ada 3
karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh
auditor kepada publik, antara lain:
a.
Auditor harus memposisikan diri untuk independen,
berintegritas, dan obyektif.
b.
Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam
profesinya.
c.
Auditor harus melayani klien dengan profesional
dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.
Tanggung Jawab Dasar Auditor
Auditor adalah
seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan
keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Tanggung jawab dasar
seorang auditor adalah sebagai berikut :
a.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan.
Auditor perlu merencanakan,
mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
b.
Sistem Akuntansi.
Auditor harus mengetahui dengan
pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
c.
Bukti Audit.
Auditor akan memperoleh bukti audit
yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
d.
Pengendalian Intern.
Bila auditor berharap untuk
menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan
mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
e.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan.
Auditor melaksanakan tinjau ulang
laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan
yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Independensi Auditor
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Independensi juga berarti
adanya kejujuran dalam diri dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam menyatakan
hasil pendapatnya. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian
dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh
setiap auditor. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1) auditor
diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia
berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang auditor,
yaitu sebagai berikut :
a.
Independensi dalam Fakta (Independence in fact) : Artinya auditor harus
mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b.
Independensi dalam Penampilan (Independence in appearance) : Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit.
c.
Independensi dari sudut Keahliannya (Independence in competence) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan
profesional auditor.
Tujuan audit
atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor
merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila
keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam
hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia
harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang
ditetapkan Institut Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah,
menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidak
konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam
periode sebelumnya.
Peraturan Pasar Modal dan Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Penilaian kecukupan peraturan perlindungan investor pada pasar modal
Indonesia mencakup beberapa komponen analisa yaitu;
a.
Ketentuan isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik
yang harus disampaikan kepada publik dan BAPEPAM,
b.
Ketentuan BAPEPAM tentang penerapan internal kontrol
pada emitmen atau perusahaan publik,
c.
Ketentuan Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit
oleh emitmen atau perusahaan publik,
d.
Ketentuan tentang aktivitas profesi jasa auditor
independen.
Seperti
regulator pasar modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan
izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses
pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas
setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu
tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor dari
kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan
keuangan, window dressing, serta lain-lainnya dengan
menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi
investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator
telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan keaslian data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten.
Ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor:
VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang
dimaksud dengan:
a.
Periode Audit
Periode yang
mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau
atestasi lainnya.
b.
Periode Penugasan Profesional
Periode
penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada
Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c.
Anggota Keluarga Dekat
Istri atau
suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan saudara
kandung.
d.
Fee Kontinjen
Fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan
dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
e.
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik
Orang yang
termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi
yaitu: rekan, pimpinan, karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat
dalam penugasan.
Sumber :
Jumat, 10 Oktober 2014
Tugas 1 : ETHICAL GOVERNANCE
Nama : Emi Diawati
Kelas : 4EB01
NPM : 28211148
ETHICAL
GOVERNANCE
Sebelum membahas lebih
jauh mengenai Ethical Governance terlebih
dahulu saya akan memaparkan sedikit mengenai pengertian etika.
Pengertian
Etika
Berikut adalah
beberapa pengertian mengenai etika :
a. Etika berasal dari
bahasa yunani “ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik.
b. Menurut Profesor
Robert Salomon, etika dikelompokkan menjadi dua
dimensi:
1. Etika merupakan
karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah
orang yang baik.
2. Etika merupakan
hokum orang social. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta
membatasi perilaku manusia.
c. Dari sudut
pandang Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1988) merumuskan pengertian etika dalam tiga arti
sebagai berikut:
1.
Ilmu tentang apa
yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
2.
Kumpulan asas atau
nilai yang berkenan dengan ahklak.
3.
Nilai mengenai
benar dan salah yang dianut masyarakat.
Pada kesempatan ini, saya akan embahas mengenai Ethical Governance dimana sub pembahasannya terdiri atas :
a.
Governance System
Governance system adalah suatu sistem
hukum dan suara pendekatan dimana perusahaan diarahkan dan dikontrol
berfokus pada struktur internal dan eksternal perusahaan dengan tujuan memantau
tindakan manajemen dan direksi badan dan risiko sehingga mengurangi yang mungkin
berasal dari perbuatan-perbuatan pejabat perusahaan.
Governance System yang merupakan
suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan terdiri dari 4 (empat)
unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1. Commitment on Governance, adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
2. Governance Structure, adalah
struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan
yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3.
Governance Mechanism, adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4.
Governance Outcomes, adalah
hasil dari pelaksanaan baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
b. Budaya Etika
Corporate culture
(budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta
psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba lebih
dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan
organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini,
adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar
budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis
dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi
contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep
etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh
seluruh karyawan. Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui
suatu metode tiga lapis, yaitu :
1.
Corporate credo : pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
2. Program etika : suatu sistem
yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai
dalam melaksanakan corporate credo.
3. Kode etik perusahaan : Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan
perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat
IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM)
c.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan
sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu
adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin.
Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan
perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain
itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat
itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun
dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan
etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu
kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya mencari untung
belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
d. Kode Perilaku
Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Kode perilaku korporasi (Corporate Code
of Conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam
memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam
perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu
perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki
kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Di dalam Perilaku
korporatif, peran pemimpin sangat penting, antara lain, sebagai First
Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja, Motivator,
untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara
konsisten dan konsekuen, Role Model, teladan bagi insan
korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja, dan Pencetus dan Pengelola Strategi,
dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.
Kode perilaku korporasi (Corporate Code
of Conduct) juga dapat diartikan sebagai
pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika
Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi
individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari
aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik
aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Corporate Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada
perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar
perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Corporate Code of Conduct.
e.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu
berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat
kesalahan.
Sumber :
http://enomutzz.wordpress.com/2011/11/03/etika-sebagai-tinjauan/
http://reginalistya.blogspot.com/2013/11/ethical-governance.html
http://mauritsrj.blogspot.com/2013/10/tugas-3-etika-profesi-akuntansi.html
http://noviyuliyawati.wordpress.com/2013/11/13/ethical-governance/
http://noviyuliyawati.wordpress.com/2013/11/13/ethical-governance/
http://yonayoa.blogspot.com/2012/10/etika-governance_20.html
http://ririnlistianiku.blogspot.com/2012/10/ririn-listiani-4eb06-2a211301-etika.html
Langganan:
Postingan (Atom)