PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI SEBELUM ORDE BARU
1. PENGERTIAN
SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi merupakan cabang ilmu
ekonomi yang membahas persoalan pengambilan keputusan dalam tata susunan
organisasi ekonomi untuk menjawab persoalan-persoalan ekonomi untuk mewujudkan
tujuan nasional suatu negara.
Menurut
Dumairy (1996) sistem ekonomi adalah adalah suatu
sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan
seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Selanjutnya dikatakannya
pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi
berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya
berpijak. Sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur dalam suatu
supra sistem kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi merupakan bagian dari
kesatuan ideologi kehidupan masyarakat di suatu negara.
2. SISTEM
EKONOMI INDONESIA
Secara normatif landasan
idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi
Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang
adil dan Beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan
Indonesia (berlakunya kebersamaan, Asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi
dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat
hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran
masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).
3. PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI SEBELUM ORDE BARU
Sejak
berdirinya Negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat
itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik
secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai
contoh, bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetus ide, bahwa dasar
perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah
koperasi (Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua
kegiatan ekonomii harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk
ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian
juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu Sumitro Djojohadikusumo, dalam
pidatonya di negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan
adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan
berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai
Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang disebut
Demokrasi Ekonomi.
Terlepas
dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di
Indonesia, maka menurut UUD 1945, system perekonomian tercermin dalam pasal 23,
27, 33 dan 34.
Demokrasi
Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah
(Suroso, 1993) :
a. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
b. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
c. Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
d. Sumber-sumber
kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada
lembaga-lembaga perwakilan pula
e. Warga
negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
f. Hak
milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat
g. Potensi,
inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya
dalam batas-batas yang tidak merugikan
kepentingan umum
h. Fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara
Dengan demikian
di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free fiht liberalism,
yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan
terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah
luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme,
yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi
dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli,
suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu sehingga
tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan
sang monopoli’
Meskipun pada awal perkembangannya
perekonomian Indonesia menganut system ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi,
dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan
etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan
tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian
Indonesia. Demikian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak
perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara
tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program
dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah :
a. Program
Benteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
b. Program/Sumitro
Plan tahun 1951
c. Rencana
Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
d. Rencana
Delapan Tahun
Namun demikian
kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi
perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :
a. Program-program
tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh
tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung
menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini
dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih
dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha
mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah
politik sejenisnya.
b. Akibat
lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasi untuk
kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan
perang.
c. Faktor
berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (system
parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat
itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing
kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak
sempat berjalan.
d. Disamping
itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi
dari berbagai pihak. Disamping kutusan individu/pribadi, dan partai lebih
domina dari pada kepentingan pemerintah dan negara.
e. Adanya
kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957) dan etatisme
(1958-1965)
Akibat
yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada
periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
a. Semakin
rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya
nilai eksport kita
b. Hutang
luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’
c. Defisit
anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru,
sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali
d. Keadaan
tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%)yang lebih
besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%
tiaralenggogeni.files.wordpress.com/.../minggu-1-sejarah-dari-sistem- perekonomian-indonesia5.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar