Kamis, 18 Oktober 2012

Wajah Koperasi Indonesia Saat Ini

Mendefinisikan seperti apa kondisi perkoperasiaan di tanah air saat ini sama peliknya dengan upaya mensinergikan entitas gerakan koperasi yang tercerai berai seperti sekarang ini. Sementara setumpuk persoalan hampir mengendap dan nyaris membatu di telan waktu. Saling sikut elit gerakannya, praktek-praktek menyimpang sejumlah koperasinya, hingga tradisi buruk penopang kebijakan terkait koperasi di negeri ini.

Saat ini, dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, menyebabkan gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu diseluruh dunia. Di masa lalu, jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang sering membicarakan koperasi dengan pengertian yang berbeda. Meskipun pada tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan Untuk Memanfaatkan Jasa Koperasi”. Dalam hal ini, resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan di galang secara internasional.

Secara historis, perkembangan koperasi di Indonesia telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha koperasi terutama KUD. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55% - 60% dari keseluruhan asset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

Secara teoritis, sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu . Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya external diseconomies itu.

Pada kenyataannya, sekarang ini sulit ditemukan di sekeliling kita keberadaan koperasi. Wujud secara fisik adanya koperasi mungkin terlihat, namun apakah koperasi tersebut aktif dan menjalankan fungsinya atau tidak, patut diketahui kebenarannya. Masyarakat yang seharusnya memiliki peranan penting dalam berpartisipasi baik sebagai anggota koperasi ataupun pengurus manajemen koperasi beranggapan bahwa koperasi merupakan lembaga yang sepenuhnya dimiliki dan di atur oleh pemerintah. Sehingga anggapan ini menjadi salah satu penyebab kegiatan di koperasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Disamping itu, sebagian dari masyarakat Indonesia belum mengetahui manfaat dan keuntungan yang di dapat apabila mereka bergabung menjadi anggota koperasi. Sehingga tingkat partisipasi untuk mengurus koperasi rendah, masyarakat lebih menginginkan sesuatu yang di jalankan secara praktis, cukup menanamkan modal tanpa harus ikut serta dalam manajemen koperasi. Sementara asas koperasi seperti dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Pemahaman dan pemikiran terhadap koperasi dalam arti luas dan mendasar seperti yang tertera dalam pasal tersebut memang sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan pembangunan kita di masa yang akan datang. Apalagi membangun perekonomian nasional yang berarti membangun badan usaha koperasi yang tangguh.

Permasalahan lain yang menyebabkan koperasi Indonesia tidak berkembang adalah manajemen yang dijalankan koperasi belum professional, koperasi masih menggunakan perhitungan secara manual dan system manajemen yang masih sederhana dan belum dapat dipercaya. Akses koperasi kepada pihak bank pun menjadi terhambat karena permasalahan ini. Dan peran pemerintah sebagai mediator secara elegan dengan mengaktifkan lembaga jaminan simpanan maupun pinjaman tidak terlihat dalam hal ini.

Selain itu juga struktur koperasi di Indonesia mirip dengan pengorganisasian pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur primer hingga nasional. Hal ini mencerminkan bahwa kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Dan hal ini menyebabkan tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumber daya dari segi pengumpulan. Hal ini dimasa yang akan datang harus dirubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang secara mengglobal. Dengan hal ini harus dilakukan penataan mulai dari daerah otonom dan berlanjut ke daerah-daerah yang lebih besar.

Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan juga terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda panjang.

Namun, jika kita lihat koperasi Indonesia yang merupakan bentuk pengalaman pancasila dan sebagai salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan sangat mengenaskan pada saat ini. Walaupun ada banyak potensi namun ada banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membuat wajah koperasi Indonesia menjadi buruk. Salah satu contohnya adalah koperasi petani yang mengalami keadaan yang sangat mengenaskan.

Meskipun pada tahun 1960-an, koperasi pertanian merupakan salah satu tolak ukur dan model pengembangan Indonesia hingga tahun 1970-an, namun tidak lain ini hanya merupakan dukungan terhadap sector pertanian. Pada saat itu koperasi hanya merupakan dukungan terhadap sector pertanian. Pada saat itu, koperasi hanya dikenalkan sebagai program pengembangan komoditas pertanian yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah, salah satunya adalah swasembada beras. Ketika keluarnya inpres 18/1998 hal ini masih berjalan secara meningkat. Namun terdapat satu kendala di dalamnya, yaitu kurangnya basis bisnis yang dimiliki oleh pengkoperasian Indonesia. Jadi pada saat itu koperasi hanya terlihat sebagai lembaga, bukan sebagai suatu alat untuk poemenuhan kebutuhan dan tidak ada lagi kehidupan dari koperasi untuk memajukan perekonomian dan kehidupan masyarakat desa. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat desapun selalu berakhir dengan kegagalan ataupun ketidaksuksesan. Dan yang berhasilpun hanya ada dalam jumlah terbatas, dan hanya merupakan induk terkecil dari koperasi di Indonesia. Walaupu  begitu banyak sekali problematika yang terjadi hingga mempengaruhi corak koperasi pertanian di Indonesia hingga menghambat perkembangannya. Untuk itu “Restrukturasi” merupakan pandangan masa depan mengenai perkembangan koperasi dengan focus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar