Mendefinisikan
seperti apa kondisi perkoperasiaan di tanah air saat ini sama peliknya dengan
upaya mensinergikan entitas gerakan koperasi yang tercerai berai seperti
sekarang ini. Sementara setumpuk persoalan hampir mengendap dan nyaris membatu
di telan waktu. Saling sikut elit gerakannya, praktek-praktek menyimpang
sejumlah koperasinya, hingga tradisi buruk penopang kebijakan terkait koperasi
di negeri ini.
Saat
ini, dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur
serta terbukanya Afrika, menyebabkan gerakan koperasi di dunia telah mencapai
suatu status yang menyatu diseluruh dunia. Di masa lalu, jangkauan pertukaran
pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang
sering membicarakan koperasi dengan pengertian yang berbeda. Meskipun pada
tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara
internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-1966 maka dasar pengembangan
koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model
koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja
yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang
ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan Untuk Memanfaatkan Jasa
Koperasi”. Dalam hal ini, resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya
program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan di galang
secara internasional.
Secara
historis, perkembangan koperasi di Indonesia telah digerakan melalui dukungan
kuat program pemerintah. Jika semula ketergantungan terhadap captive market
program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta
menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha koperasi terutama
KUD. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru
didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55% - 60% dari
keseluruhan asset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait
dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar
35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam
pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar
46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program
pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian
koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada.
Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Secara
teoritis, sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan
perekonomian dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli
dengan derajat monopoli tertentu . Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru
dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber
kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di
sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya dapat
dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya
external diseconomies itu.
Pada
kenyataannya, sekarang ini sulit ditemukan di sekeliling kita keberadaan
koperasi. Wujud secara fisik adanya koperasi mungkin terlihat, namun apakah
koperasi tersebut aktif dan menjalankan fungsinya atau tidak, patut diketahui
kebenarannya. Masyarakat yang seharusnya memiliki peranan penting dalam
berpartisipasi baik sebagai anggota koperasi ataupun pengurus manajemen
koperasi beranggapan bahwa koperasi merupakan lembaga yang sepenuhnya dimiliki
dan di atur oleh pemerintah. Sehingga anggapan ini menjadi salah satu penyebab kegiatan
di koperasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Disamping
itu, sebagian dari masyarakat Indonesia belum mengetahui manfaat dan keuntungan
yang di dapat apabila mereka bergabung menjadi anggota koperasi. Sehingga tingkat
partisipasi untuk mengurus koperasi rendah, masyarakat lebih menginginkan
sesuatu yang di jalankan secara praktis, cukup menanamkan modal tanpa harus
ikut serta dalam manajemen koperasi. Sementara asas koperasi seperti dalam
pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan”. Pemahaman dan pemikiran terhadap koperasi dalam arti
luas dan mendasar seperti yang tertera dalam pasal tersebut memang sangat
diperlukan dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan pembangunan kita
di masa yang akan datang. Apalagi membangun perekonomian nasional yang berarti
membangun badan usaha koperasi yang tangguh.
Permasalahan
lain yang menyebabkan koperasi Indonesia tidak berkembang adalah manajemen yang
dijalankan koperasi belum professional, koperasi masih menggunakan perhitungan
secara manual dan system manajemen yang masih sederhana dan belum dapat
dipercaya. Akses koperasi kepada pihak bank pun menjadi terhambat karena
permasalahan ini. Dan peran pemerintah sebagai mediator secara elegan dengan
mengaktifkan lembaga jaminan simpanan maupun pinjaman tidak terlihat dalam hal
ini.
Selain
itu juga struktur koperasi di Indonesia mirip dengan pengorganisasian
pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur primer hingga nasional. Hal
ini mencerminkan bahwa kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam
membantu koperasi primer. Dan hal ini menyebabkan tidak jarang menjadi instrumen
eksploitasi sumber daya dari segi pengumpulan. Hal ini dimasa yang akan datang
harus dirubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang secara
mengglobal. Dengan hal ini harus dilakukan penataan mulai dari daerah otonom
dan berlanjut ke daerah-daerah yang lebih besar.
Pendekatan
pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan juga terbukti menimbulkan
kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang
prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi
kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda
panjang.
Namun,
jika kita lihat koperasi Indonesia yang merupakan bentuk pengalaman pancasila
dan sebagai salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan sangat mengenaskan pada
saat ini. Walaupun ada banyak potensi namun ada banyak oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab membuat wajah koperasi Indonesia menjadi buruk. Salah satu
contohnya adalah koperasi petani yang mengalami keadaan yang sangat
mengenaskan.
Meskipun pada tahun 1960-an,
koperasi pertanian merupakan salah satu tolak ukur dan model pengembangan
Indonesia hingga tahun 1970-an, namun tidak lain ini hanya merupakan dukungan
terhadap sector pertanian. Pada saat itu koperasi hanya merupakan dukungan
terhadap sector pertanian. Pada saat itu, koperasi hanya dikenalkan sebagai
program pengembangan komoditas pertanian yang tengah dilaksanakan oleh
pemerintah, salah satunya adalah swasembada beras. Ketika keluarnya inpres
18/1998 hal ini masih berjalan secara meningkat. Namun terdapat satu kendala di
dalamnya, yaitu kurangnya basis bisnis yang dimiliki oleh pengkoperasian
Indonesia. Jadi pada saat itu koperasi hanya terlihat sebagai lembaga, bukan
sebagai suatu alat untuk poemenuhan kebutuhan dan tidak ada lagi kehidupan dari
koperasi untuk memajukan perekonomian dan kehidupan masyarakat desa. Usaha yang
dilakukan oleh masyarakat desapun selalu berakhir dengan kegagalan ataupun ketidaksuksesan.
Dan yang berhasilpun hanya ada dalam jumlah terbatas, dan hanya merupakan induk
terkecil dari koperasi di Indonesia. Walaupu begitu banyak sekali problematika yang terjadi
hingga mempengaruhi corak koperasi pertanian di Indonesia hingga menghambat
perkembangannya. Untuk itu “Restrukturasi” merupakan pandangan masa depan
mengenai perkembangan koperasi dengan focus pada basis penguatan ekonomi untuk
mendukung pelayanan pertanian skala kecil.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar