Rabu, 19 Juni 2013

Mengapa Korupsi Sulit Diberantas di Indonesia?

Korupsi. Sebuah kata yang sangat populer di Indonesia sejak masa pemerintahan SBY. Begitu banyak kasus yang bermunculan pada masanya tentang hal ini. Dari kasus Gayus Tambunan, simulator SIM, kasus wisma atlet hingga daging impor.

Sebelum membahasnya lebih jauh, mari kita ulas beberapa pengertian mengenai korupsi. Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi memang menjadi momok bagi semua aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya aspek ekonomi melainkan aspek politis pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan lainnya. Yang paling parah adalah dengan maraknya budaya korupsi moral dan akhlak suatu bangsa bisa sangat rusak karena hal tersebut sama halnya dengan mengisap darah kaum miskin dan rakyat pada umumnya. Oleh karenanya kenapa kita semua menginginkan praktek korupsi bisa diberantas habis sampai ke akar-akarnya dari bumi pertiwi yang tercinta ini. Namun sejauh ini kenapa upaya pemberantasan korupsi sangat sulit dicapai, pasti selalu ada saja pihak yang merasa dirugikan dengan adanya upaya pemberantasan korupsi, siapa mereka tentunya mereka adalah pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh praktek korupsi.

Pertanyaan tersebut menghinggapi banyak kalangan sampai saat ini. Berbagai komentar dari berbagai kalangan baik dari pejabat, politisi, hukum dan akademisi setiap hari menghiasi mulai dari media cetak sampai online. Akan tetapi seolah pemerintah bergeming dan pemberantasan korupsi seolah berjalan di tempat.

Apa yang salah dengan dengan sistem yang ada dan mengapa korupsi jadi sedemikian sulit diberantas. Saya berpikir ada beberapa kondisi yang menyebabkan ini masih terjadi.
1. Kepemimpinan
2. Kesejahteraan

Kenapa korupsi masih terjadi dan pemberantasan korupsi seolah berjalan ditempat. Masalahnya adalah karena korupsi emang telah menjadi budaya bangsa ini. Sejak aku masih kanak-kanak aku sudah terbiasa mendengar istilah uang suap, pelicin dan uang bawah tangan dan semua sejenisnya. Kalau bikin KTP ya harus menyediakan uang tidak resmi kalau ingin urusan lancar. Sampai aku dewasa sekarang ternyata istialh tersebut belum hilang malah bertambah seperti misalnya dengan istilah dengan uang pelancar, uang jago, uang keamanan dan lain sebagainya.

Jadi secara masif semua lapisan masyarakat sudah dibiasakan dengan budaya korupsi sejak mereka masih kecil hingga dewasa. Kejadian seperti contek masal yang terjadi di Surabaya misalnya adalah  adalah semacam bibit yang disemai para pendidik secara tidak sadar yang akan menjadikan para murid nantinya menjadi pelacur terpelajar. mereka rela berbohong secara masal demi mendapatkan nilai secara tidak berhak. Nilai-nilai semacam inilah sudah mulai dipupuk sejak masih anak-anak. Sehingga tidak heran ketika seseorang beranjak dewasa mereka sudah tidak canggung lagi bersentuhan dengan suasana yang korup bahkan cenderung permisif dan toleran akan hal tersebut. Istilahnya korupsi dilakukan secara berjamaah, sehingga korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan.

Korupsi merupakan kejahatan yang sulit diungkap karena korupsi melibatkan dua pihak, yaitu koruptor dan klien yang keduanya berupaya untuk menyebunyikan kejadian tersebut, mengingat manfaat besar korupsi bagi mereka dan atau risiko hokum atau social apabila tindakan mereka teruangkap. Dalam kasusu korupsi saat klien dan pejabat korup yang sama-sama menikmati manfaat, mereka akan menutupi aksi mereka agar kepentingan mereka tetap terlindungi. Sementara, dalam kasus korupsi saat salah satu pihak merupakan korban, si korban cenderung tidak melaorkan kejadian mengingat, dalam banyak kasus, korban dapat dipermasalahkan ketika membongkar kasus korupsi dengan berbagai alas an termasuk alas an pencemaran nama baik.

Dunia yang semakin materialistis juga mendorong perilaku ingin cepat kaya instan dan malas bekerja keras. Cara yang paling gampang adalah memanfaatkna kedudukan dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri. Orang dengan kekayaan akan dipandang sebagai orang yang sukses dan dihormati terlepas dari mana kekayaan tersebut didapat. Orang berlomba untuk mendapatkan kekayaan agar bisa memperoleh kehormatan dan kekuasaan.

Jika dilihat para pejabat dan penguasa yang terliaht lebih kaya dari seharusnya sebagian justru terlhat sederhana. Mereka "mungkin" melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatannya untuk mendapatkan kekayaan yang tidak wajar. Akan tetapi kekayaan tersebut bukan untuk diri mereka sendiri. Akan tetapi untuk keluarga, istri dan anak-anaknya. Sedangkan diri mereka sendiri mungkin termasuk orang dengan pola hidup yang sederhana. akan tetapi karena lingkungna mereka yang sangat menghargai kehidupan yang meterialistis, mau tidak mau mereka juga ikut dalam arus tersebut. Paling tidak istri dan anak-anaknya masuk dalam pergaulan yang sangat menghargai meterialisme. Karena itu sangat komplek sekali jika kita ingin memberantas korupsi. Memang tidak semudah seperti membalikkan sepotong ikan di piring. Karena semua lapisan masyarakat ikut terlibat dan sistem yang ada juga mendukung praktek yang korup ini. Sejarah mencatat begitu banyak pemimpin yang dipilih oleh rakyat karena mengangkat isu pemberantasan korupsi sebagai tema sentral kampanye mereka. Tetapi paradoks terjadi, terlepas apakah mereka benar-benar anti korupsi dan pada walnya berupaya keras untuk memberantas korupsi, ataukah mereka sekadar menggunakan isu korupsi untuk meraih simpati masa saja, banyak di antara mereka yang jatuh akibat kasus korupsi.

Jadi kunci utama tetap ada pada sang pemimpin. Tidak ada peperangan yang dimenangkan jika tidak dipimpin oleh seorang pemimpin yang handal. Tidak juga ada bisnis yang berhasil dan sukses tanpa dipimpin oleh orang yang kompeten. Bahkan negara kita menunggu hingga 300 tahun lamanya untuk bisa lepas dari penjajahan karena memang belum ada pemimpin yang mampu untuk melepaskan negeri ini dari penjajah.

Pertanyaannya smapai kapan hal ini akan berlangsung. Apakah kita hanya menunggu dan melihat saja tanpa melakukan sesuatu dan berharap korupsi akan pergi dengan sendirinya. Akuyakin sampai korupsi sudah mencapai titik jenuh maka akan muncul seorang pemimpin yang akan bersedia mati untuk memimpin pemberantasan korupsi ini. Kapan waktunya akan terjadi, mungkin aku sendiri yang akan memimpin negeri ini terbebas dari korupsi. Kita tunggu saja apakah mimpiku ini akan menjadi kenyataan. Tulisan ini akan menjadi saksi sejarah jika hal tersebut menjadi kenyataan di masa yang akan datang....

 Referensi :
http://www.google.com/url;Faksayalfath.files.wordpress.com;mengapa-korupsi-sulit-di-berantas.docx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar