Korupsi. Sebuah kata yang
sangat populer di Indonesia sejak masa pemerintahan SBY. Begitu banyak kasus
yang bermunculan pada masanya tentang hal ini. Dari kasus Gayus Tambunan,
simulator SIM, kasus wisma atlet hingga daging impor.
Sebelum membahasnya lebih jauh, mari kita ulas beberapa
pengertian mengenai korupsi. Korupsi atau rasuah
(bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang
luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur
pun tidak ada sama sekali.
Korupsi memang
menjadi momok bagi semua aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak
hanya aspek ekonomi melainkan aspek politis pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan dan lainnya. Yang paling parah adalah dengan maraknya budaya
korupsi moral dan akhlak suatu bangsa bisa sangat rusak karena hal tersebut
sama halnya dengan mengisap darah kaum miskin dan rakyat pada umumnya. Oleh
karenanya kenapa kita semua menginginkan praktek korupsi bisa diberantas habis
sampai ke akar-akarnya dari bumi pertiwi yang tercinta ini. Namun sejauh ini
kenapa upaya pemberantasan korupsi sangat sulit dicapai, pasti selalu ada saja
pihak yang merasa dirugikan dengan adanya upaya pemberantasan korupsi, siapa
mereka tentunya mereka adalah pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh
praktek korupsi.
Pertanyaan tersebut menghinggapi banyak kalangan sampai saat
ini. Berbagai komentar dari berbagai kalangan baik dari pejabat, politisi,
hukum dan akademisi setiap hari menghiasi mulai dari media cetak sampai online.
Akan tetapi seolah pemerintah bergeming dan pemberantasan korupsi seolah
berjalan di tempat.
Apa yang salah dengan dengan sistem yang ada dan mengapa
korupsi jadi sedemikian sulit diberantas. Saya berpikir ada beberapa kondisi
yang menyebabkan ini masih terjadi.
1.
Kepemimpinan
2.
Kesejahteraan
Kenapa korupsi masih terjadi dan pemberantasan korupsi
seolah berjalan ditempat. Masalahnya adalah karena korupsi emang telah menjadi
budaya bangsa ini. Sejak aku masih kanak-kanak aku sudah terbiasa mendengar
istilah uang suap, pelicin dan uang bawah tangan dan semua sejenisnya. Kalau
bikin KTP ya harus menyediakan uang tidak resmi kalau ingin urusan lancar.
Sampai aku dewasa sekarang ternyata istialh tersebut belum hilang malah
bertambah seperti misalnya dengan istilah dengan uang pelancar, uang jago, uang
keamanan dan lain sebagainya.
Jadi secara masif semua lapisan masyarakat sudah dibiasakan
dengan budaya korupsi sejak mereka masih kecil hingga dewasa. Kejadian seperti
contek masal yang terjadi di Surabaya misalnya adalah adalah semacam
bibit yang disemai para pendidik secara tidak sadar yang akan menjadikan para
murid nantinya menjadi pelacur terpelajar. mereka rela berbohong secara masal
demi mendapatkan nilai secara tidak berhak. Nilai-nilai semacam inilah sudah
mulai dipupuk sejak masih anak-anak. Sehingga tidak heran ketika seseorang beranjak
dewasa mereka sudah tidak canggung lagi bersentuhan dengan suasana yang korup
bahkan cenderung permisif dan toleran akan hal tersebut. Istilahnya korupsi
dilakukan secara berjamaah, sehingga korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu untuk
dilakukan.
Korupsi
merupakan kejahatan yang sulit diungkap karena korupsi melibatkan dua pihak,
yaitu koruptor dan klien yang keduanya berupaya untuk menyebunyikan kejadian
tersebut, mengingat manfaat besar korupsi bagi mereka dan
atau risiko hokum atau social apabila tindakan mereka
teruangkap. Dalam kasusu korupsi saat klien dan pejabat korup yang sama-sama
menikmati manfaat, mereka akan menutupi aksi mereka agar kepentingan mereka
tetap terlindungi. Sementara, dalam kasus korupsi saat salah satu pihak
merupakan korban, si korban cenderung tidak melaorkan kejadian mengingat, dalam
banyak kasus, korban dapat dipermasalahkan ketika membongkar kasus korupsi
dengan berbagai alas an termasuk alas an pencemaran nama baik.
Dunia yang semakin materialistis juga mendorong perilaku
ingin cepat kaya instan dan malas bekerja keras. Cara yang paling gampang
adalah memanfaatkna kedudukan dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri. Orang
dengan kekayaan akan dipandang sebagai orang yang sukses dan dihormati terlepas
dari mana kekayaan tersebut didapat. Orang berlomba untuk mendapatkan kekayaan
agar bisa memperoleh kehormatan dan kekuasaan.
Jika dilihat para pejabat dan penguasa yang terliaht lebih
kaya dari seharusnya sebagian justru terlhat sederhana. Mereka
"mungkin" melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatannya untuk
mendapatkan kekayaan yang tidak wajar. Akan tetapi kekayaan tersebut bukan
untuk diri mereka sendiri. Akan tetapi untuk keluarga, istri dan anak-anaknya.
Sedangkan diri mereka sendiri mungkin termasuk orang dengan pola hidup yang
sederhana. akan tetapi karena lingkungna mereka yang sangat menghargai
kehidupan yang meterialistis, mau tidak mau mereka juga ikut dalam arus
tersebut. Paling tidak istri dan anak-anaknya masuk dalam pergaulan yang sangat
menghargai meterialisme. Karena itu sangat komplek sekali jika kita ingin
memberantas korupsi. Memang tidak semudah seperti membalikkan sepotong ikan di
piring. Karena semua lapisan masyarakat ikut terlibat dan sistem yang ada juga
mendukung praktek yang korup ini. Sejarah mencatat begitu banyak pemimpin yang dipilih oleh rakyat karena
mengangkat isu pemberantasan korupsi sebagai tema sentral kampanye mereka.
Tetapi paradoks terjadi, terlepas apakah mereka benar-benar anti
korupsi dan pada walnya berupaya keras untuk memberantas
korupsi, ataukah mereka sekadar menggunakan isu korupsi untuk meraih simpati
masa saja, banyak di antara mereka yang jatuh akibat kasus korupsi.
Jadi kunci utama tetap ada pada sang pemimpin. Tidak ada
peperangan yang dimenangkan jika tidak dipimpin oleh seorang pemimpin yang
handal. Tidak juga ada bisnis yang berhasil dan sukses tanpa dipimpin oleh
orang yang kompeten. Bahkan negara kita menunggu hingga 300 tahun lamanya untuk
bisa lepas dari penjajahan karena memang belum ada pemimpin yang mampu untuk
melepaskan negeri ini dari penjajah.
Pertanyaannya smapai kapan hal ini akan berlangsung. Apakah
kita hanya menunggu dan melihat saja tanpa melakukan sesuatu dan berharap
korupsi akan pergi dengan sendirinya. Akuyakin sampai korupsi sudah mencapai
titik jenuh maka akan muncul seorang pemimpin yang akan bersedia mati untuk
memimpin pemberantasan korupsi ini. Kapan waktunya akan terjadi, mungkin aku
sendiri yang akan memimpin negeri ini terbebas dari korupsi. Kita tunggu saja
apakah mimpiku ini akan menjadi kenyataan. Tulisan ini akan menjadi saksi
sejarah jika hal tersebut menjadi kenyataan di masa yang akan datang....
Referensi :
http://www.google.com/url;Faksayalfath.files.wordpress.com;mengapa-korupsi-sulit-di-berantas.docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar