Jumat, 28 Juni 2013

Teori-teori Ekonomi Pembangunan



a.   Teori Adam Smith
Adam Smith (1723-1790) melihat pembangunan ekonomi sebagai proses pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi dengan memanfaatkan mekanisme pasar. Syarat yang dibutuhkan untuk mencapainya adalah investasi dan spesialisasi yang dikontrol lewat mekanisme pasar. Peran pemerintah dalam hal ini hanyalah mengupayakan agar mekanisme pasar dapat berjalan baik dengan cara memelihara keamanan, menegakkan hukum, menyediakan barang publik, seperti pendidikan dan kesehatan.
Tiga unsur utama dalam proses pertumbuhan hasil produksi, yaitu :
1.      Sumber daya manuasia, yaitu pertumbuhan penduduk.
2.      Pertambahan dalam persediaan barang modal (akumulasi modal) karena tabungan masyarakat diinvestasikan oleh para pemilik modal dengan harapan memperoleh keuntungan.
3.      Spesialisasi dan pembagian kerja disertai perluasan pasar dan perkembangan perdagangan, baik perdagangan dalam negeri maupun internasional.
Adam Smith memandang pertambahan penduduk sebagai faktor penunjang pertumbuhan ekonomi, karena pertambahan penduduk akan memperluas pasar yang selanjutnya akan mempertinggi tingkat spesialisasi dan pembagian kerja. Sehingga, teknologi dan inovasi akan dapat meningkat yang nanatinya juga akan meningkatkan produktivitas, baik di sektor pertanian maupun di sektor perdagangan dan industri. Kenaikan produktivitas menyebabkan kegiatan ekonomi berkembang yang selanjutnya akan menaikkan pendapatan nasional.

 b.   Teori Malthus
Thomas Robert Malthus (1766-1834) menyoroti keterkaitan antara pertambahan ekonomi dengan pertambahan penduduk. Ekonomi hanya akan bertumbuh dalam jangka panjang jika pertambahan penduduk lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Menurut Malthus, pertambahan penduduk yang menurut deret ukur, sementara pertumbuhan pangan yang menurut deret hitung, menyebabkan perekonomian untuk generasi mendatang cenderung suram. Dalam arti generasi yang akan datang cenderung mengalami kekurangan pangan. Hal itu bisa dihindari jika pertambahan penduduk dikendalikan. Di Indonesia, cara berpikir Malthus memberikan instruksi bagi pelaksanaan kebijakan kependudukan, khususnya melalui program Keluarga Berencana (KB).
  
    c.    Teori Karl Marx
Karl Marx (1818-1883) memandang proses kemajuan ekonomi sebagai proses evolusi sosial. Menurutnya, faktor penndinamis perkembangan ekonomi adalah kemajuan teknologi. Pada awalnya, kemajuan teknologi dikuasai dan disalahgunakan oleh sekelompok kecil masyarakat, yang oleh Marx disebut kaum borjuis atau kapitalis. Dengan memanfaatkan kekuatan politik dan pasar, para pemilik modal terus mengakumulasi keuntungan mereka dalam bentuk penambahan stok barang modal. Penambahan stok barang modal dalam jangka panjang tidak diimbangi dengan hasil yang memadai, karena pasar terus melemah akibat perilaku pemilik modal yang terus menerus mengeksploitasi buruh.
Pada saatnya nanti, kaum buruh akan memberontak dan menang. Barang modal yang ada bukan lagi merupakan milik pribadi (pemilik modal), melainkan milik bersama. Zaman tersebutlahbukanlah yang disebut sebagai zaman Sosialisme. Tetapi zaman sosialisme bukanlah puncak keemasan kaum buruh, sebab akan hadir zaman komunisme yang bercirikan tidak adanya pemerintahan. Manusia bekerja bukan hanya untuk makan, tetapi sebagai bagian dari ekspresi diri.
Oleh para pemimpin Komunis Rusia, teori pembangunan Karl Marx yang bersifat evolusioner berubah menjadi teori pembangunan yang revolusioner dengan melakukan beberapa tindakan, yaitu :
1.      Merebut kekuasaan dengan kekerasan dari tangan Tsar Rusia,
2.      Membentuk monopoli politik dengan mendirikan partai mayoritas tunggal,
3.      Monopoli kekuatan militer
4.      Mempercepat proses kemajuan ekonomi dengan menggunakan mekanisme non pasar, yaitu perencanaan terpusat. 

    d.   Teori Rostow
Teori-teori ini melihat pembangunan ekonomi sebagai proses perubahan yang bersifat garis lurus dan bertahap. Salah satu teori yang terkenal adalah teori W.W. Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Menurut Rostow, suatu perekonomian akan berkembang menjadi perekonomian maju dalam lima tahap, yaitu :

1.      Tahap Perekonomian Tradisional
Kegiatan ekonomi masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri. Produktivitas masih rendah, sementara aplikasi teknologi dan manajemen masih sangat terbatas. Ciri-ciri tahap ini menurut Rostow, yaitu :
a.       Tingkat produksi per kapita dan produktivitas per pekerja masih sangat rendah, karena ilmu pengetahuan modern dan teknologi belum dikenal.
b.      Sebagian besar tenaga kerja berada di sektor pertanian.
c.       Struktur sosial bersifat hirarkis/feodal.
d.      Hubungan keluarga masih sangat erat dan kekuasaan dipegang oleh mereka yang mempunyai tanah luas.

2.      Tahap Pra Lepas Landas
Adalah tahap dimana perekonomian mampu bertumbuh dan berkembang dengan kekuatan mandiri dan tidak terjadi seketika. Beberapa indikator yang dapat dilihat adalah membaiknya kualitas SDM, makin cepatnya akumulasi pemupukan modal, dan makin berfungsinya lembaga-lembaga ekonomi modern.
Tahap ini merupakan masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan diri untuk mencapai pertumbuhan dengan kekuatan mandiri. Prasyarat yang harus dipenuhi dahulu untuk dapat lepas landas adalah adanya perubahan yang cukup fundamental di bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan sistem nilai.

3.      Tahap Lepas Landas (Take Off)
Tahap yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dan investasi. Penerapan teknologi dan manajemen modern makin luas dan intensif. Struktur ekonomi juga makin seimbang dan kuat, dimana peranan sektor ekonomi modern (industri dan jasa) makin besar.
Tahap ini diawali dengan perubahan yang drastis, baik di bidang sosial maupun politik, terciptanya kemajuan ekonomi yang pesat karena inovasi-inovasi dan terbukanya pasar-pasar baru. Semuanya itu meningkatkan investasi yang selanjutnya mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional di atas tingkat pertambahan penduduk.
Tiga ciri negara yang telah lepas landas menurut Rostow, yaitu :
§    Meningkatkan jumlah investasi dari < 5% menjadi > 10% dari Produk Nasional Neto.
§  Perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju pertumbuhan yang tinggi, yang dapat memacu sektor-sektor lain (disebut leading sector).
§  Terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan lembaga-lembaga yang menyebabkan pertumbuhan dapat berlangsung terus yang didukung dengan penggunaan sumber modal dalam negeri.

4.     Tahap Kedewasaan (Maturity)
Tahap ini diartikan sebagai suatu periode di mana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Dalam hal ini sektor-sektor ekonomi berkembang dengan pesat; leading sector di masa lepas landas biasanya mengalami kemunduran, tetapi digantikan.
Pada tahap ini, tingkat pertumbuhan ekonomi tidak lagi setinggi tahap lepas lendas. Namun menurunnya tingkat perubahan kuantitas diimbangi dengan pertumbuhan hal-hal yang kualitatif, sehingga perekonomian makin kuat dan mandiri.

5.     Tahap Konsumsi Massa Tingkat Tinggi (Hing Mass Consumption)
Dalam tahap ini, tingkat konsumsi masyarakat sudah sangat tinggi, terutama konsumsi energi. Gambaran nyata tentang keadaan ini dapat dilihat pada kehidupan masyarakat di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Jepang.
Ciri-ciri tahap ini, yaitu :
§  Adanya jaminan yang lebih baik bagi angkatan kerja.
§  Tersedianya konsumsi bagi rakyat yang semakin memadai.
§  Negara mencari perluasan kekuatan dimata dunia.

e.       Teori Neo Imperialisme
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa Nsb sampai saat ini belum sepenuhnya berkembang. Salah satu jawaban penting adalah program pembangunan ekonomi telah menimbulkan ketergantungan baru terhadap negara-negara kapitalis. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi justru membawa perekonomian NSB ke dalam penjajahan (imperialisme) gaya baru, yaitu penjajahan yang bukan menggunakan kekuatan militer, melaikan ekonomi.

f.       Teori Lewis
Teori Arthur Lewis mencoba menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan sektor industri. Kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian telah menyebabkan produktivitas tenaga kerja sama dengan nol. Pertumbuhan sektor industri akan menyebabkan sebagian pekerja sektor pertanian pindah ke sektor industri. Perpindahan ini tidak akan menurunkan output sektor pertanian sebab pekerja di sektor pertanian sangat melimpah. Menurut Lewis, syarat yang dibutuhkan untuk menjadikan sektor industri sebagai mesin pertumbuhan adalah investasi (barang modal) di sektor industri harus ditingkatkan. Pada saat yang bersamaan , upah kerja disektor industri harus ditetapkan lebih tinggi dari tingkat upah disektor pertanian. Perbedaan tingkat upah tersebut akan menarik pekerja di sektor pertanian pindah ke sektor industri. 
g.      Teori Pembangunan Neo Klasik
Teori ini merupakan pengembangan kembali ide-ide awal dari teori Neo-Klasik untuk diterapkan dalam pembangunan ekonomi dunia ketiga. Teori ini sangat percaya bahwa pembangunan ekonomi di dunia ketiga akan berhasil bila menerapkan prinsip-prinsip mekanisme pasar. Sebab, melalui mekanisme pasar (pertukaran), spesialisasi, produktivitas, dan kualitas SDM diasah dan diarahkan, sehingga kualitas hidup kolektif dapat ditingkatkan.
Teori pembangunan Neo Klasik mengakui kemungkinan terjadinya kegagalan pasar (market failure) jika diterapkan sepenuhnya di dunia ketiga. Karena itu teori ini sampai batas tertentu setuju dengan adanya intervensi pemerintah. Seperti halnya Adam Smith, teori iniberpendapat bahwa campur tangan yang terbaik adalah yang paling minimal (the minimal government is the best government). Campur tangan yang paling diharapkan dari pemerintah adalah memfasilitasi (facilitating) agar mekanisme pasar berjalan seoptimal mungkin. Langkah konkrit yang dapat dilakukan pemerintah, misalnya, adalah melakukan investasi sarana dan prasarana fisik (jalan raya, pelabuhan, telekomunikasi) dan sosial (pendidikan dan kesehatan). Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan yang bersahabat dengan pasar (market friendly approach).


referensi :


Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar